Iraa Rachmawati yang menggunakan sabuk coklat/dok.Iraa |
Biosfer–Selain Kartini, banyak sekali perempuan hebat di Indonesia disepanjang
sejarah bangsa Indonesia berdiri. Salah satunya yang tak banyak orang kenal
adalah Safiatuddin Johan Berdaulat, sang Ratu yang memerintah Aceh pada tahun 1644-1675.
Pada masa kepemimpinannya ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah
lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf.
Selain
itu, ada juga jurnalis pertama perempuan bernama Rohana Kudus yang menuliskan
pemikirannya bukan hanya melalui surat-surat kepada sahabatnya tapi melalui
media masa yang ia pimpin. Ia juga mendirikan sekolah perempuan Amai Setia di
kota kelahirannya di Koto Gadang Bukit Tinggi pada tahun 1916.
Sama
seperti kedua perempuan hebat itu, membaca dan menulis juga melekat dalam diri
Kartini. Dua hal itu terlekat dalam diri
Kartini selama hidupnya supaya ia tak hilang dilupakan sejarah. Perjuangannya
membuat namanya kini tertahbiskan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden RI
pertama. Selain itu sebenarnya masih ada ribuan perempuan lainnya yang membangun Indonesia
lewat bidang yang sama. Hanya saja mereka tak tercatat sejarah.
Mengikuti
jejak pendahulu-pendahulu yang hebat, perempuan masa kini, Iraa Rachmawati
turut memulas hidupnya dengan dunia baca dan tulis. Iraa ingin menjadi bagian
dari perempuan-perempuan pembangun Indonesia. “Menulis adalah salah satu upaya
bagi perempuan untuk melakukan perubahan,” kata Iraa ketika dihubungi oleh
biosfer (20/04). Perempuan ini kemudian menggagas berdirinya Rumah Literasi
Banyuwangi ini.
Iraa Rachmawati yang menggunakan sabuk coklat/dok.Iraa |
Sebagai
perempuan yang ingin memberikan kontribusi kepada bumi pertiwi, ia memilih
berkecimpung di dunia literasi. Baginya,
dunia literasi memang bukan hal yang baru. Sejak kecil ia sudah dikenalkan
dengan tulisan dan buku. “Lebih penting membeli buku daripada membeli tas dan
sepatu baru,” begitu ia selalu diajarkan oleh ibunya.
Mendirikan
Rumah Literasi Banyuwangi (RLB) bersama kawan-kawannya di Banyuwangi sudah
menjadi pilihan hidupnya. Iraa memberikan pilihan alternatif kepada anak anak,
ketika rumah sudah tidak lagi menjadikan tempat yang nyaman dan sekolah selalu
memberikan tuntutan. Di RLB sendiri tidak melulu berbicara buku. Mereka-pun
membincangkan tentang membangun mimpi untuk berkontribusi bagi Indonesia,
dengan cara mereka masing-masing. “Bagaimana kita peduli dan berbagi kepada semuanya.
Menjaga ibu bumi untuk tempat bermain anak-anak masa depan,” tuturnya.
Sebagai
bagian dari generasi muda Iraa-pun berpesan untuk berani bermimpi dan
mewujudkannya. Ia mengajak generasi muda untuk berhenti mengeluh dan berbuat
sesuatu, karena masa depan Indonesia ada di tangan orang muda. “Lebih baik
menyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan. Terus berbuat baik dan teruslah
berbagi. Jangan bermimpi merubah dunia jika kita tidak merubah diri sendiri
menjadi pribadi yang lebih baik,” pungkasnya.Laelatul Badriyah/Janne Hillary-Biosfer
0 comments:
Post a Comment