Tuesday, April 21, 2015

Kartono: Sejarah yang Terbungkam


Biosfer-Kisah Kartini memang tak pernah luput dari kontroversi. Cekokan mata pelajaran sejarah untuk anak bangsa membuat mereka jauh mengenal Kartini dari pada tokoh pejuang emansipasi wanita lainnya. Hal itu tak lepas dari pentahbisan Kartini sebagai pahlawan nasional oleh Presiden RI pertama.

Tak hanya nama pejuang wanita saja yang terbungkam. Sosok Kartono yang notabene kakak kandung Kartini turut terbungkam dalam lajunya Sejarah Indonesia. Sepak terjang Kartono yang cerdas tertutup oleh bayangan adiknya, Kartini.

Sejarah yang tertutup itu berdampak besar dengan kehidupan sosial masyarakat sosial. Karena ketidaktahuannya, masyarakat cenderung mempergunakan nama Kartono untuk mengimplementasikan hal-hal berkonotosi negatif. Yang sering terlihat jelas dikonsumsi dalam pergaulan anak Indonesia adalah penggunaan nama Kartono untuk mengungkapkan kelawasan, ketidakjantanan, ketidak tegasan, juga respon yang lambat.

Ada pula sekelompok masyarakat yang mengadakan ajang Kartini-Kartono tanpa dasar yang jelas. Ajang tersebut kerap kali digelar di sekolah-sekolah guna menjaring putra-putri berbakat yang bila dalam tingkat provinsi bisa disebut abang-none, denok-kenang, jaka-dara, bujang-gadis, dan lainnya. Hanya saja kerena mengambil momen kartini, penamaannya menjadi Kartini-Kartono. Sejarah Kartono yang tak kalah gemilang tak dijadikan pertimbangan dalam pemberian nama ajang tersebut.

Sosok Kartono perlu dikenal supaya tak ada lagi penggunaan nama Kartono yang bias. Pujian yang dilontarkan wakil Presiden RI I, Mohammad Hatta perlu disiarkan. Sosok cerdas Kartono perlu diungkap lagi, tak hanya dalam buku biografi Raden Mas Panji Sosrokartono ataupun buku karangan Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Sadja. 

Sosok Kartono memang ditakdirkan berbeda nasib dengan Kartini. Bila Kartini hanya bisa mengenyam pendidikan sampai bangku SD, lain halnya dengan Kartono. Kartono mendapat dukungan penuh dari ayahnya untuk mengenyam pendidikan hingga bangku kuliah. Bahkan Kartono bisa menambah cakrawala pengetahuan di salah satu universitas bergengsi di Eropa, Leiden University.

Mengambil jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur membuat Kartono lihai dalam berbagai bahasa. Kelebihan yang tak banyak disorot adalah Kartono bisa menguasai lebih dari 20 bahasa asing dan 10 bahasa daerah Indonesia. Kemahirannya dalam berbahasa membuatnya dikenal sebagian kalangan sebagai Polyglot Indonesia pertama. Kelebihannya lagi, sosok kakak Kartini yang lahir 10 April 1877 ini merupakan sosok pribumi pertama yang meraih gelar sarjana.

Kecerdasannya itu membuatnya sempat menjadi wartawan di salah satu surat kabar ternama di Amerika Serikat, New York Herald Tribune. Tulisannya yang berkualitas membuatnya dipercayai sebagai wartawan perang dunia 1 oleh surat kabar tersebut. Prestasi lainnya yang membuat nama Indonesia melambung di dunia adalah pernah menjabat kepala penerjemah Liga Bangsa-Bangsa (saat ini PBB) pada tahun 1919.

Walau namanya sudah dikenal di luar negeri, Kartono tak lupa dengan kampung halamannya. Sosok yang selama ini terlupa itu mau terjun langsung mendidik anak bangsa. Beberapa tahun setelah kematian adik tercintanya, Kartono menjadi Kepala Perguruan Taman Siswa di Bandung dan menjadi senior aktivis pergerakan. 

Melalui cara itu, Kartono meneruskan perjuangan adiknya tanpa tanda jasa. Bukan hanya ungkapan untuk Kartono yang berjasa di bidang pendidikan. Namun ungkapan itu sungguh-sungguh tersemat sebagai Pahlawan yang jasanya terbungkam.

0 comments:

Post a Comment

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Iklan