Saturday, April 25, 2015

Megawati Masih Menjadi Wanita Paling Berpengaruh di Indonesia?

Megawati turut mengikuti historical walk KAA ke 60/Sepres RI
Biosfer-Historical Walk yang diselenggarakan pada Jumat pagi kemarin (24/04) di Bandung, Jawa Barat menjadi puncak dari rangkaian Konferensi Asia Afrika (KAA). Dengan adanya napak tilas KAA 1955, dengan berjalan dari Savoy Homann Hotel ke Gedung Merdeka, KAA ke 60 itu resmi berakhir. 
Dalam kesempatan tersebut, sebanyak 21 kepala negara melakukan Historical Walk. Presiden Joko Widodo yang didampingi Ibu Negara Iriana Jokowi memimpin rombongan kepala negara dalam melakukan Historical Walk. Jokowi diapit oleh Presiden Republik Rakyat China Xi Jinping di sebelah kanan dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak
Ada hal yang ganjil dalam rombongan historical walk tersebut. Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri turut hadir dalam barisan terdepan tepat di samping istri Xi Jinping, Peng Liyuan. Keberadaan Megawati tersebut memicu pertanyaan publik. Sebenarnya, apakah kapasitas Ketua Umum PDIP tersebut sehingga bisa berada di jajaran orang penting dan turut melakukan historical walk?
Ya.. Megawati masih menjadi wanita paling berpengaruh di Indonesia. Di luar tendensi politik yang tak diketahui rakyat, ternyata Megawati memang diundang hadir oleh panitia KAA. Kepala Staf Kepresidenan, Luhut Panjaitan mengaku mengundang semua keluarga pencetus KAA pertama. Kehadiran Megawati itu menunjukkan kapasitas dirinya yang berpengaruh besar di Indonesia, baik secara politikal maupun secara historikal.

Wednesday, April 22, 2015

Jejak Wanita Masa Kini Pembangun Indonesia lewat Literasi

Iraa Rachmawati yang menggunakan sabuk coklat/dok.Iraa 

Biosfer–Selain Kartini, banyak sekali perempuan hebat di Indonesia disepanjang sejarah bangsa Indonesia berdiri. Salah satunya yang tak banyak orang kenal adalah Safiatuddin Johan Berdaulat, sang Ratu yang memerintah Aceh pada tahun 1644-1675. Pada masa kepemimpinannya ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf.

Selain itu, ada juga jurnalis pertama perempuan bernama Rohana Kudus yang menuliskan pemikirannya bukan hanya melalui surat-surat kepada sahabatnya tapi melalui media masa yang ia pimpin. Ia juga mendirikan sekolah perempuan Amai Setia di kota kelahirannya di Koto Gadang Bukit Tinggi pada tahun 1916. 

Sama seperti kedua perempuan hebat itu, membaca dan menulis juga melekat dalam diri Kartini. Dua hal itu terlekat dalam diri Kartini selama hidupnya supaya ia tak hilang dilupakan sejarah. Perjuangannya membuat namanya kini tertahbiskan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden RI pertama. Selain itu sebenarnya masih ada ribuan perempuan lainnya yang membangun Indonesia lewat bidang yang sama. Hanya saja mereka tak tercatat sejarah.

Mengikuti jejak pendahulu-pendahulu yang hebat, perempuan masa kini, Iraa Rachmawati turut memulas hidupnya dengan dunia baca dan tulis. Iraa ingin menjadi bagian dari perempuan-perempuan pembangun Indonesia. “Menulis adalah salah satu upaya bagi perempuan untuk melakukan perubahan,” kata Iraa ketika dihubungi oleh biosfer (20/04). Perempuan ini kemudian menggagas berdirinya Rumah Literasi Banyuwangi ini.

Iraa Rachmawati yang menggunakan sabuk coklat/dok.Iraa

Sebagai perempuan yang ingin memberikan kontribusi kepada bumi pertiwi, ia memilih berkecimpung di dunia literasi.  Baginya, dunia literasi memang bukan hal yang baru. Sejak kecil ia sudah dikenalkan dengan tulisan dan buku. “Lebih penting membeli buku daripada membeli tas dan sepatu baru,” begitu ia selalu diajarkan oleh ibunya.

Mendirikan Rumah Literasi Banyuwangi (RLB) bersama kawan-kawannya di Banyuwangi sudah menjadi pilihan hidupnya. Iraa memberikan pilihan alternatif kepada anak anak, ketika rumah sudah tidak lagi menjadikan tempat yang nyaman dan sekolah selalu memberikan tuntutan. Di RLB sendiri tidak melulu berbicara buku. Mereka-pun membincangkan tentang membangun mimpi untuk berkontribusi bagi Indonesia, dengan cara mereka masing-masing. “Bagaimana kita peduli dan berbagi kepada semuanya. Menjaga ibu bumi untuk tempat bermain anak-anak masa depan,” tuturnya.

Sebagai bagian dari generasi muda Iraa-pun berpesan untuk berani bermimpi dan mewujudkannya. Ia mengajak generasi muda untuk berhenti mengeluh dan berbuat sesuatu, karena masa depan Indonesia ada di tangan orang muda. “Lebih baik menyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan. Terus berbuat baik dan teruslah berbagi. Jangan bermimpi merubah dunia jika kita tidak merubah diri sendiri menjadi pribadi yang lebih baik,” pungkasnya.Laelatul Badriyah/Janne Hillary-Biosfer



Tuesday, April 21, 2015

Kartono: Sejarah yang Terbungkam


Biosfer-Kisah Kartini memang tak pernah luput dari kontroversi. Cekokan mata pelajaran sejarah untuk anak bangsa membuat mereka jauh mengenal Kartini dari pada tokoh pejuang emansipasi wanita lainnya. Hal itu tak lepas dari pentahbisan Kartini sebagai pahlawan nasional oleh Presiden RI pertama.

Tak hanya nama pejuang wanita saja yang terbungkam. Sosok Kartono yang notabene kakak kandung Kartini turut terbungkam dalam lajunya Sejarah Indonesia. Sepak terjang Kartono yang cerdas tertutup oleh bayangan adiknya, Kartini.

Sejarah yang tertutup itu berdampak besar dengan kehidupan sosial masyarakat sosial. Karena ketidaktahuannya, masyarakat cenderung mempergunakan nama Kartono untuk mengimplementasikan hal-hal berkonotosi negatif. Yang sering terlihat jelas dikonsumsi dalam pergaulan anak Indonesia adalah penggunaan nama Kartono untuk mengungkapkan kelawasan, ketidakjantanan, ketidak tegasan, juga respon yang lambat.

Ada pula sekelompok masyarakat yang mengadakan ajang Kartini-Kartono tanpa dasar yang jelas. Ajang tersebut kerap kali digelar di sekolah-sekolah guna menjaring putra-putri berbakat yang bila dalam tingkat provinsi bisa disebut abang-none, denok-kenang, jaka-dara, bujang-gadis, dan lainnya. Hanya saja kerena mengambil momen kartini, penamaannya menjadi Kartini-Kartono. Sejarah Kartono yang tak kalah gemilang tak dijadikan pertimbangan dalam pemberian nama ajang tersebut.

Sosok Kartono perlu dikenal supaya tak ada lagi penggunaan nama Kartono yang bias. Pujian yang dilontarkan wakil Presiden RI I, Mohammad Hatta perlu disiarkan. Sosok cerdas Kartono perlu diungkap lagi, tak hanya dalam buku biografi Raden Mas Panji Sosrokartono ataupun buku karangan Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Sadja. 

Sosok Kartono memang ditakdirkan berbeda nasib dengan Kartini. Bila Kartini hanya bisa mengenyam pendidikan sampai bangku SD, lain halnya dengan Kartono. Kartono mendapat dukungan penuh dari ayahnya untuk mengenyam pendidikan hingga bangku kuliah. Bahkan Kartono bisa menambah cakrawala pengetahuan di salah satu universitas bergengsi di Eropa, Leiden University.

Mengambil jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur membuat Kartono lihai dalam berbagai bahasa. Kelebihan yang tak banyak disorot adalah Kartono bisa menguasai lebih dari 20 bahasa asing dan 10 bahasa daerah Indonesia. Kemahirannya dalam berbahasa membuatnya dikenal sebagian kalangan sebagai Polyglot Indonesia pertama. Kelebihannya lagi, sosok kakak Kartini yang lahir 10 April 1877 ini merupakan sosok pribumi pertama yang meraih gelar sarjana.

Kecerdasannya itu membuatnya sempat menjadi wartawan di salah satu surat kabar ternama di Amerika Serikat, New York Herald Tribune. Tulisannya yang berkualitas membuatnya dipercayai sebagai wartawan perang dunia 1 oleh surat kabar tersebut. Prestasi lainnya yang membuat nama Indonesia melambung di dunia adalah pernah menjabat kepala penerjemah Liga Bangsa-Bangsa (saat ini PBB) pada tahun 1919.

Walau namanya sudah dikenal di luar negeri, Kartono tak lupa dengan kampung halamannya. Sosok yang selama ini terlupa itu mau terjun langsung mendidik anak bangsa. Beberapa tahun setelah kematian adik tercintanya, Kartono menjadi Kepala Perguruan Taman Siswa di Bandung dan menjadi senior aktivis pergerakan. 

Melalui cara itu, Kartono meneruskan perjuangan adiknya tanpa tanda jasa. Bukan hanya ungkapan untuk Kartono yang berjasa di bidang pendidikan. Namun ungkapan itu sungguh-sungguh tersemat sebagai Pahlawan yang jasanya terbungkam.

Terbit Fajar di Ufuk Timur Jepara

"Jika dengan sebenarnya hendak memajukan peradaban, maka haruslah kecerdasan pikiran dan kecerdasan budi sama-sama dimajukan. Habis Gelap Terbitlah Terang”.

“No...!!” teriak Dika memanggil sahabat karibnya, Tono. Hari itu matahari tak begitu bersemangat memapar teriknya. Angin yang diembus dari balik pohon sawo depan sekolah menambah sejuk siang hari.

Dika tak mengulangi panggilannya, Tono tak juga bergeming dari posisi duduk dengan bacaan di tangannya. Diam, terpaku, matanya tak sekejappun berkedip. Ia menari di atas talian huruf-huruf.

Jepara, 1879.
Seorang putri lahir dari pasangan M.A Ngasirah dan Adipati Ario Sosrodiningrat, Kartini namanya, adik dari Sosrokartono.
Tanah Jepara yang masih basah disemai hujan membuat wangi bumi menyeruak ke langit-langit penciuman.
Kartono lekat-lekat memandangi adiknya, “biar dia jadi teman bermainku nanti,” bisiknya dalam hati, tersenyum penuh kebahagiaan melihat seorang adik ayu yang meringkuk dalam rengkuhan hangat ibundanya.
***
Benar saja, Kartini lekat sekali dengan kakak kesayangannya yang pintar dan gemar sekali membaca buku-buku besutan karya anak kumpeni. Tak pernah ketinggalan, Kartini pun turut mengenyam buku buku yang dilahap oleh kakaknya. Mereka tumbuh menjadi putra-putri Jawa yang punya pemikiran modern.
Kakak beradik yang kerap bertarung pendapat, bertukar informasi, sehingga keduanya menjadi pribumi yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata teman sebayanya.
Terlebih lagi, Kartini mendapatkan ijin dari sang ayah untuk mengenyam pendidikan di Europeesches Lagere School, semakin terbuka pemikiran tentang pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia, terutama kaum perempuan, kaum yang selama ini dinomorduakan oleh tatanan adat dan tradisi yang selama ini mengungkungnya.
Dia merasa iri dengan perempuan Eropa yang bisa bebas bersekolah sampai mereka suka, setinggi yang mereka mau. Mereka bebas mengungkapkan pemikiran mereka. Mereka tak bisa dikekang, tak juga diposisikan sebagaimana kaumnya di tanah Jawa ini.
Pendidikan yang dienyamnya tidak menjadikan Kartini sebagai seorang yang kebarat-baratan dalam pergaulan, justru ia semakin sayang pada kaumnya, tetangganya yang perempuan, teman bermainnya yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah dan hanya “nrimo” apa yang suah digariskan ayah mereka kepadanya.
“Aku khawatir akan nasib kaumku di tanah Jawa ini, Kangmas..” ucap Kartini mengutarakan perasaannya kepada Kartono.
Kartono yang masyuk dengan bacaannya, beralih melirik Kartini, dan menekuri ucapan adik kandung semata wayangnya itu. Dia menganggguk.
Sungguh, dalam lubuk pikir Kartono, sudah lama bergelayut kecemasan itu. Terutama saat ayah mereka memadu ibundanya dengan Raden Adjeng Woerjan, gadis keturunan langsung Raja Madura. Betapa kakak beradik itu merintih dalam batin melihat nasib yang harus ditanggung oleh ibundanya. Kasih sayang ayahnya tak lagi bulat pada mereka bertiga.
“Apa yang akan kamu lakukan, Kartini?” tanya Kartono menanggapi kecemasan adik kesayangannya.
“Aku ingin membangun sekolah luar biasa untuk putri-putri Jawa Kangmas...” ujar Kartini penuh keyakinan.
Kartono langsung tersenyum mengembang, mengangguk, turut meyakinkan langkah Kartini,”Ya, kelak kamu harus mewujudkan impianmu, Kartini..”.
***
Masa “pingit” pun tiba. Kartini hanya mendapatkan kesempatan untuk bersekolah sebatas usia 12 tahun. Usia mula dimana semangatnya mulai menggebu-gebu namun harus terhenti lantaran tradisi membatasinya.
Meski demikian, tembok kamarnya tak turut membatasi pemikirannya, matanya terus berayun melintasi rentetan huruf dalam surat kabar, majalah, dan buku-buku bacaan kesayangannya. Berulang kali Kartini membacanya. Eropa yang dianganangkannya, selalu dipeluk sebagai mimpi hidupnya.
Dahaganya akan ilmu pengetahuan sungguh tak terbendung. Keahliannya berbahasa Belanda pun semakin terasah, terlebih lagi seorang teman berkebangsaan Belanda yang dikenalnya, Rosa Abendanon, selalu setia menjadi teman korespondensinya.
Pada surat-surat yang dikirim Kartini kepada sahabatnya, Rosa Abendanon, Kartini selalu mengungkapkan pemikiran-pemikirannya akan kondisi sosial saat itu, tradisi Jawa yang membelit kaum wanitanya. Mereka harus mau di”pingit” ketika beranjak remaja, kecil pun tak berilmu karena kesempatan belajar untuk kaumnya hampir tidak pernah ada, dialah Kartini yang beruntung itu yang sempat mengenyam bangku sekolah.
***
Jepara, 1903.
“Putriku, kemarin aku berjumpa dengan Singgih Djojo Adhiningrat, Adipati Rembang, aku bermaksud menikahkanmu dengannya, bersiaplah anakku...” ujar Adipati Ario Sosrodiningrat kepada putrinya, Kartini.
“Kamu akan berbahagia bersamanya, mendampinginya memimpin Rembang,” lanjutnya semakin membuat Kartini tertunduk. 
Kartini merasa asing dengan kehidupan yang akan dijalaninya, dia pun asing akan Adipati Rembang yang akan menjadi suaminya. Yang dia tahu, dirinya bukanlah istri satu satunya, melainkan istri ketiga.
“Ibunda, inikah nasib putrimu selanjutnya? Ananda harus siap menjadi madu Adipati Rembang. Hati menolak pun tak sanggup akan titah ayahanda. Biar nasibku dilindas adat. Biar aku akhirnya menjadi seperti madu dari Ibunda. Maafkan Ananda yang tak sanggup menolak takdir. Eropa, biarlah biar bayangan itu pergi sebagai asa yang tak kunjung sampai atau bahkan sekarang berakhir. Biarlah menjadi guru di Betawi terhempas bagaikan asap yang tak sampai menukik ke langit, ” jerit Kartini dalam batinnya.
Dia seolah bicara pada ibundanya. Ternyata, nasibnya tak jauh berbeda dengan M.A. Ngasirah, ibundanya. Ibu Ngasirah istri pembuka untuk ayahnya, sedangkan dirinya istri ketiga untuk suaminya, kelak.
***
Perhelatan pun digelar untuk pernikahan Adipati Rembang dengan Kartini. Pernikahan berlandaskan adat dan tahta yang memilukan hati putri ayu Jepara itu.
“Biar...biarlah mimpiku untuk kaumku akan selalu kubawa..” Kartini meneguhkan harapannya. Dia tak putus berharap sekalipun dengan keadaannya sekarang sebagai seorang istri Bupati Rembang.
“...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu...” begitu bunyi surat Kartini, mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Nasib tak patut diratapi terus-menerus, dia tak harus kalah dengan kondisi yang membelenggunya.
Adipati Singgih Djojo Adhiningrat mengerti akan keinginan istrinya untuk mengajak kaum perempuan mengarah pada kemajuan. Maka ia mengijinkan
Kartini untuk mendirikan sekolah wanita yang letaknya di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.
“Berkaryalah Kartini, aku suamimu, tak mau langkahmu surut, bangunlah kemajuan untuk kaummu. Mereka akan menjadi ibu yang pantas untuk putra-putrinya,” Begitu ujar suaminya.
Bagaikan kemarau panjang yang disapu hujan. Gagasan Kartin pun mendapat sambutan hangat. langkahnya didukung dengan fasilitas tempat yang disediakan untuk pembelajaran para wanita. 
Kartini, ia tak berhenti merintis mimpi-mimpinya akan kehidupan yang lebih baik untuk para wanita Jawa. Sekolah wanita rintisannya pun ditanggapi positif oleh putri Jawa yang selama ini buta huruf, buta angka, dan buta pemikiran.
***
Rembang, 13 September 1904.
“Anakku, Soesalit Djojoadhiningrat, ibunda telah melahirkanmu. Kamu anak lelakiku yang akan jadi penerus generasi ibunda dan ayahandamu...” bisiknya sembari menitikan air mata, melihat bayi kecil itu masih merah dibungkus kain jarik batik. 
Kondisi kesehatan Kartini berangsur-angsur menurun. Lemah lunglai raganya. Hanya empat hari dia bisa menatap buah hati yang telah dilahirkannya. Sang guru kaum wanita itu telah berkalang tanah.
***
Aku mati, aku tidak ada lagi. Aku masih memeluk mimpi-mimpi akan kemajuan kaumku. Aku tertawan tanah sekarang. Bunga-bunga kamboja mengharumkan pekuburanku. Apa yang aku tinggalkan untuk kaumku selain sedikit ilmu yang aku lahap dari bangku sekolah terdahulu. 
Suratku.. Apa kabar surat-surat yang kutulis untuk para sahabat kulit putih? Semoga mereka menghimpunnya, bernurani untuk menjaganya atau menyusup ke relung pikir mereka sebagian asaku yang belum mau padam. Entah. Kuharap kaumku bangkit dari duka lara dan kemiskinan ilmu, pun budi. 
***
“No.. Kartono!” seru Dika, “Cepat jalan, ayuk kita pulang. Bus sekolah mau berangkat, Bro..” senggol Dika mengguncangkan fokus Kartono. Matanya terlalu lekat menatap lukisan Kartini dengan kedua saudara perempuannya.

Kartono bergegas melangkah keluar Museum Kartini. Kali ini, tujuan study tour mereka ke Rembang, tempat Kartini terakhir menghembuskan nafas.

“Kamu lagi mikirin apa, No? Memikirkan hubunganmu dengan R.A Kartini? Hahaha,,” tanya Dika sambil meledek Kartono, yang mirip namanya dengan nama kakak R.A. Kartini. Kartono pun tertawa menanggapi ucapan Dika, sahabatnya yang selalu mengusilinya. 

“Dik, Dik, aku mau cerita serius nih, awalnya aku ngamuk sama ibuku, hari gini aku dikasih nama Kartono, jadul banget kan? ”

Dika semakin tertawa mendengar pernyataan Kartono. Tak terasa, dia pun mengangguk, membenarkan, “Dasar kamu, No! Kamu mikirin juga ledekan anak-anak?” tawanya kembali.

“Rupanya ibuku terobsesi Dik sama sosok Kartini. Nama ibuku Dewi Martha Kartini, coba.. Sampe-sampe anaknya dikasih nama Kartono..” kata Tono lagi.

“Hahaha, aku kira begitu, No. Nenekmu juga tuh No, terobsesi juga sama sosok perempuan cerdas di Indonesia, lihat saja, Dewi kepanjangannya Dewi Sartika, Martha kepanjangan dari Christina Martha Tiahahu, dan terakhir Kartini. Lengkap sudah..” Dika kembali berkelakar cerdas

 “Paling cepet deh kalo urusan nge-bully teman,” Kartono membalas kelakar sahabatnya itu dengan menenggelamkan topinya sampai menutupi mata. Gelak tawa mereka pun pecah. Bus berlabel SMP Mekar Jaya melesat meninggalkan Rembang. Yuanita Utami

Dari Gelap menjadi Semakin Gelap?

Emansipasi, nasionalisme, patriotisme, dan masih banyak hal lain yang terpajan dalam surat Kartini. Kualitas tak terbantah lagi. Tulisan yang nyata, kuat dan sesuai dengan jamannya. Namun, apa benar judul yang disumbangkan Abendanon sebagai inti dari semua surat Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang, terwujud di jaman sekarang?

Siapa yang tak kenal dengan buku kumpulan surat RA Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang? Buku yang begitu melegenda. Guratan semangat perjuangan sangat kental terasa. Berkobar dengan cara yang halus, khas wanita jawa . Emansipasi menjadi agung, dan hingga saat ini dikenal sebagai hasil perjuangannya.  Selain itu,juga ada sisi yang hanya terjamah di permukaannya saja, nasionalisme.
 Kesatuan Indonesia secara utuh, ia sampaikan dengan tersirat. Tolakan keras terhadap feodalisme Jawa diutarakannya. Nasionalisme mengalir dalam darahnya, spontan bukan hanya karena ia ingin setara dengan kaum pria,tetapi juga karena jiwa kuatnya sebagai anak bangsa. Secara luas, ia ingin rakyat Indonesia berpendidikan pantas seperti bangsa lain.

Emansipasi, nasionalisme, patriotisme, dan masih banyak hal lain yang terpajan dalam surat Kartini. Kualitas tak terbantah lagi. Tulisan yang nyata, kuat dan sesuai dengan jamannya. Namun, apa benar judul yang disumbangkan Abendanon sebagai inti dari semua surat Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang, terwujud di jaman sekarang?

Semu. Bukan berarti terwujud sepenuhnya, tetapi juga bukan berarti tak terwujud. Bagaimana tidak? Membaca salah satu dari kumpulan surat Kartini adalah mewah bagi generasi kartini kini. Saking mewahnya, tak sedikit yang lebih memilih mengisi waktu luangnya untuk memainkan jari indahnya di atas papan layar sentuh. Dampaknya, tak banyak wanita masa kini yang mampu mengimplementasikan dan meneruskan perjuangan RA Kartini.

Semu. Bukan berarti terwujud sepenuhnya, tetapi juga bukan berarti tak terwujud. Saat ini, wanita dapat dengan mudah menjangkau pendidikan tinggi. Menempuh pendidikan ke luar negri yang dirasa Kartini tabu, kini sudah bukan hal yang luar biasa lagi. Banyak gelar professor tersemat. Namun, apakah  dengan hal tersebut, masa sekarang bisa dikatakan terang, gelap yang lalu sudah hilang? Apakah dengan pendidikan tinggi, wanita jadi lebih beretika? Apakah dengan pendidikan tinggi wanita hormat dengan suami, peduli dengan keluarga? Apakah dengan pendidikan tinggi tak ada wanta yang korupsi? Apakah dengan pendidikan tinggi wanita sanggup menyerahkan diri untuk mengentaskan kemiskinan dan kebodohan saudaranya?

Semu. Bukan berarti terwujud sepenuhnya, tetapi juga bukan berarti tak terwujud. Sudah tak berlaku lagi di jaman sekarang buta dengan bahasa asing. Suatu hal positif yang tak dirasakan wanita era Kartini.  Wanita sekarang sudah tak lagi diharuskan bertutur kaku dengan bahasa Jawa krama. Bisa banyak bahasa asing justru menjadikan wanita sekarang lebih elok. Namun, apakah  dengan hal tersebut, masa sekarang bisa dikatakan terang, gelap yang lalu sudah hilang? Apakah dengan bisa brbahasa asing wanita jadi lebih sopan? Apakah dengan bisa berbahasa asing wanita jadi lebih menghormati orang tua dan temannya? Apakah dengan bisa berbahasa asing wanita jadi lebih berani untuk tampil di dunia Internasional dan mengharumkan tanah pertiwi?

Semu. Bukan berarti terwujud sepenuhnya, tetapi juga bukan berarti tak terwujud. Kini, tak ada larangan untuk menjadi wanita karir. Bebas memilih, mobilitas yang tak terkekang, katanya adalah bagian dari emansipasi dan demokrasi. Pulang lewat magrib tak jadi masalah. Hal – hal tersebut terasa begitu mahal bagi kaum Kartini dulu. Terkekang, harus berjalan bak putri keraton, tak boleh membawa sepeda sendiri, hanya mengandalkan lelaki yang bekerja hingga tak boleh keluar rumah, kecuali untuk berbelanja bahan kelontong. Namun, apakah  dengan kebebasan, masa sekarang bisa dikatakan terang, gelap yang lalu sudah hilang? Apakah dengan kebebasan wanita jadi lebih bertanggungjawab? Apakah dengan kebebasan wanita tak lagi dilecehkan kodratnya? Apakah dengan kebebasan, nama wanita menjadi harum? Apakah dengan kebebasan tak ada lagi wanita yang terjegal hal haram, seperti narkoba, perjudian, pelacuran dan porno aksi?

Dalam kesemuan itu berhakkah judul legendaris, Habis Gelap Terbitlah Terang dipupuskan? Berhak atau tidak adalah jawaban singkat yang juga semu. Kepastian hanya ada di dalam diri wanita Indonesia masing – masing. Kaum wanita kinilah yang menjadi penentu terwujudnya mimpi Kartini secara utuh.“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya”. Dari gelap menjadi terang, atau dari gelap menjadi semakin gelap? Hanya kaum wanitalah yang bisa memilih dan menciptakannya.

Mengutip sepenggal bait dari salah satu surat Kartini-November 1899, “Dan terang senyata hari ini, lukisan mata yang datang lalu melintasi semangatku. Gemetar tubuhku, melihat di masa yang di hadapanku itu, gambaran yang muram – muram bangkit naik. Aku tiada hendak melihat, tetapi mataku tinggal terbeliak juga, dan pada kakiku ternganga jurang yang sedalam – dalamnya, tetapi bila aku menengadah, melengkunglah langit yang hijau terang cuaca di atasku dan sinar matahari keemasan bercumbu – cumbuan, bersenda gurau dengan awan putih sebagai kapas itu; maka dalam hatiku terbitlah cahaya terang kembali.” Mari bersemangat  wanita Indonesia untuk mewujudkan terang yang utuh, terang yang tak pernah pupus oleh ruang dan waktu. Janne Hillary

Monday, April 20, 2015

Bahagiakah Kartini?

Siapa yang tak kenal Kartini, sosok wanita legendaris yang lahir sebelum kemerdakaan Indonesia?  Ia adalah seorang wanita yang memperjuangkan hak wanita untuk mengenyam pendidikan, membebaskan diri dari belenggu adat Jawa, dan menyadarkan para wanita untuk selalu bergerak. Kini, namanya abadi di seluruh saentero negeri.

Berkat perjuangan wanita asal Jepara ini, sekarang wanita telah diberi kesempatan di berbagai sektor pemerintahan, bebas berkarya, dan bebas melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Nyaris tidak ada larangan. Semua kesempatan terbuka lebar untuk wanita. Namun, apakah Kartini benar-benar bahagia bila melihat hasil perjuangannya yang tercermin dalam kondisi saat ini? 

Seiring dengan dibukanya kesempatan bagi wanita terdapat segunung masalah dihadapan mata. Diantaranya masalah-masalah tersebut adalah bebasnya pergaulan anak muda, kondom yang berserakan di mana-mana, mayat wanita yang bergelimpangan di semak-semak dan di sungai-sungai, narkoba yang masih mengancam masa depan anak bangsa, anak-anak yang terlantar di jalanan, anak-anak yang gemar menonton sinetron, generasi muda yang lebih senang menggandrungi gadget daripada buku, generasi muda yang hanya memoles wajah tanpa memoles daya pikirnya, miskinnya akses literasi di pelosok negeri, dan masih banyak lagi masalah yang tengah menimpa bumi pertiwi ini.

Tentu bukan itu yang diharapkan oleh Kartini dari upaya pembebasan yang dilakukannya di masa lalu. Ia menginginkan sebuah kondisi yang adil, makmur, dan beradab. Tanpa diskriminasi, ketimpangan sosial, dan permasalahan yang menjadi-jadi. Kartini memperjuangkan kebebasan intelektual bagi kaumnya bukan bebasnya pergaulan yang berdampak negatif, bukan pula bekerja dan tidak mendidik anak tetapi bekerja sembari mendidik anak dengan baik, bukan mati dengan tidak terhormat tetapi matilah dengan baik dan terhormat.

Wanita yang mengerti pendidikan adalah wanita yang dapat mendidik dengan hati dan membantu lingkungannya. Bukan wanita yang tidak mau sedikitpun membantu kalangannya karena merasa pendidikannya lebih tinggi. Bila wanita memilih menjadi ibu rumah tangga, wanita seyogyanya menjadi ibu rumah tangga yang merawat anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, mendidik mereka untuk dapat sampai pada puncak pengetahuan dan kearifan, mengantarkan mereka menjadi anak bangsa yang berbudi luhur dan mencintai tanah air. Dengan begitu ibu rumah tangga telah mempersiapkan kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu tugas wanita yang telah mengenyam pendidikan adalah membebaskan mereka dari kebodohan, membebaskan mereka dari kemiskinan, dan membebaskan mereka dari ketertindasan penguasa yang hanya memperkaya diri sendiri. 

Jadi para Kartini muda, mari lanjutkan perjuangan yang belum selesai! Bergeraklah walau sedikit! 

Laelatul Badriyah

Friday, April 17, 2015

Opini anda terhadap prostitusi di Indonesia

Thursday, April 16, 2015

Isi Lengkap UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

Biosfer-Buat anda yang ingin tahu isi lengkap UU Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) dapat membaca dokumen di bawah ini.
Sumber: Ilo.org

 

Bolehkah perusahaan melarang pekerjanya menikah dan hamil selama kontrak kerja?


Biosfer-Selama ini banyak perusahaan yang mengikat pekerja kontraknya dengan perjanjian untuk tidak menikah atau hamil selama masa kontrak. Banyak yang terima-terima saja perjanjian tersebut, yang terpenting bisa dapat kerja dan dapat uang. Ada juga yang merasa keberatan, dan mau nggak mau mengundurkan diri untuk bisa menikah. Lantas, bagaimana hukum yang sebenarnya terkait perjanjian tersebut?


Menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha atau perusahaan tidak diberikan kewenangan untuk membuat perjanjian kerja yang melarang menikah maupun hamil selama masa kontrak kerja atau selama masa tertentu dalam perjanjian kerja. Ketentuan ini tedapat pada Pasal 153 ayat 1 huruf e UU No.13/2003 yang berbunyi : Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

Selanjutnya apabila perjanjian tersebut tetap dilakukan, maka perjanjian tersebut sifatnya tidak absah. Hal tersebut tertuang pada Pasal 153 ayat 2 UU No.13/2003, yang berbunyi: Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan karena pekerja hamil adalah batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan. Jadi perusahaan tidak dapat memaksa Anda untuk mengundurkan diri karena Anda akan menikah atau hamil.

Alasan lainnya perusahaan tidak dapat memaksa Anda untuk mengundurkan diri adalah karena pengunduran diri haruslah didasarkan pada kemauan dari pekerja (pasal 154 huruf b UU No.13/2003). Jadi, meskipun dalam perjanjian kerja tertulis bahwa pekerja dilarang hamil sebelum waktu tertentu, tetapi karena hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan hak asasi manusia (perempuan), maka secara hukum perusahaan tidak dapat memutus hubungan kerja karyawan yang bersangkutan.

Tuesday, April 14, 2015

6 Hadiah Unik untuk Wisuda


Selamat pagi pembaca biosfer.

Apakah anda bingung mau memberi hadiah apa buat sahabat anda yang mau wisuda? Sekarang anda tak perlu bingung lagi, karena biosfer akan memberi anda inspirasi... Berikut 6 hadiah unik untuk wisuda ala biosfer yang bisa anda jadikan referensi .
...

Monday, April 13, 2015

Inilah Website Kampanye Hillary Clinton

Website kampanye Hillary Clinton/JH-Biosfer
Biosfer-Hillary Clinton mengakhiri spekulasi yang telah beredar selama bertahun-tahun dengan menyatakan akan mencalonkan diri sebagai presiden untuk kedua kalinya. Pernyataan pencalonan dirinya sebagai presiden diumumkan bersamaan dengan launching website kampanye yang baru.

Website tersebut dapat dikunjungi dengan alamat Hillaryclinton.com. Dari judul websitenya sudah tercium aroma kampanye yang kuat, Hillary for America. Kemudian dalam websitenya tertulis “Setiap hari warga Amerika membutuhkan seorang juara, dan saya ingin menjadi juara itu”. Kata-kata yang sama juga terucap dalam video kampanye yang ada dalam website Hillary.

Mantan menteri luar negeri AS tersebut adalah calon favorit dalam kubu Demokrat. Meski demikian, Clinton juga seperti membenarkan perkataan penasihatnya dalam beberapa bulan terakhir, “Peluang masih memihak mereka yang telah berada di atas.” Hal itu yang membutnya tak akan menganggap remeh persaingan kali ini. Ia akan mengambil simpati rakyat dengan turun ke jalan.

Lagi, Hillary Clinton Ajukan Diri Sebagai Capres AS 2016

Hillary Clinton/nbcnews
Biosfer-Salah seorang wanita paling berpengaruh di dunia, Hillary Clinton mengumumkan pencalonan dirinya sebagai Presiden Amerika Serikat. Pengumuman itu bersamaan dengan peluncuran website kampanye Hillary yang baru, Minggu 12 April 2015. Perempuan berusia 67 tahun itu sebelumnya menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di bawah kepemimpinan Barack Obama.

Istri Bill Clinton ini mengandalkan berbagai pengalaman politiknya untuk melenggang jauh ke kursi presiden Negara Adikuasa tersebut. Kelihaiannya saat menjabat menlu, senator AS untuk New York, dan Ibu Negara membuat banyak orang tak ragu atas pencalonan dirinya. Bahkan presiden Barack Obama yang satu partai dengan Hillary pun mendukung langkah tersebut. "Hillary akan menjadi Presiden yang hebat," ujar Obama, seperti dimuat New York Post.

Menurut Obama, kinerja Hillary telah terbukti ketika menjabat sebagai menterinya dua tahun yang lalu. Presiden keturunan Kenya itu mengaku akan mendukung penuh istri dari mantan Presiden Bill Clinton itu pada Pilpres tahun depan. "Dia akan mendapatkan banyak pesan dukungan yang kuat jika mencalonkan diri sebagai presiden," ujar Barack Obama.

Tuesday, April 7, 2015

Melejitkan Diri dengan Mengikuti Berbagai Event Nasional dan Internasional

Perkumpulan pemuda/Irfani-kp

Biosfer-Irfani Fathunaja (22), pemuda asal Ciamis adalah salah satu anak bangsa yang selalu aktif dalam kegiatan nasional dan internasional. Sarjana alumni IAIN Purwokerto ini senang sekali mencari pengalaman melalui beragam kegiatan kepemudaan.

Berawal dari pengalamannya ketika menjadi penerima beasiswa Djarum Fondation, Irfan mulai percaya diri untuk mendaftar di berbagai kegiatan dan ajang perlombaan. Perjumpaannya dengan banyak orang membuat dirinya terus melangkah untuk memperkaya diri dengan sejuta pengalaman dan pengetahuan. Kendati sering mengalami kegagalan ketika mengikuti seleksi untuk banyak program, tetapi itu semua tidak menjadikannya patah arang.

Bagi Irfan, dengan mengikuti banyak event nasional dan internasional membuat dirinya memiliki tingkat toleransi yang tinggi karena setiap negara memiliki budaya yang berbeda. “Selain itu, ini juga bisa menjadi salah satu media untuk membangun jaringan sesama pemuda yang memiliki semangat dan motivasi tinggi untuk membangun kemajuan bangsa dan negara,” kata Irfan kepada biosfer(2/4).


Beberapa kegiatan yang pernah ia ikuti ialah Delegate for national building di Semarang (2012), STAIN Purwokerto Delegate for Art Immersion And Student Exchange di Chiang Mai University, Thailand (2013), Delegate for national youth congress di Jakarta (2014) dan masih banyak lagi. Adapun prestasi yang pernah ia raih ialah juara tiga duta pariwisata Banyumas (2013), juara pertama duta mahasiswa Genre Karisedinan Banyumas (2012), dan lain-lain.

Walaupun semasa kuliahnya ia memiliki seabrek kegiatan, ia mengaku tidak merasa sibuk. Semuanya ia jalani dengan rasa senang dan tanpa beban. Sembari terus mengutamakan kuliahnya di Jurusan Komunikasi Islam. 

Sekarang Irfan sedang mengikuti program Indonesia Art and Culture Scholarship yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia sejak tahun 2003. Program ini diikuti oleh 70 pemuda dari 40 negara dari kawasan Asia, Pacifik, Eropa, dan Amerika. “Ada 6 pemuda yang menjadi wakil dari Indonesia, dan Alhamdulillah saya adalah salah satunya. Saya diberi kesempatan untuk mempelajari seni dan budaya di Makassar. Sedangkan teman-teman yang lain ditempatkan di Bandung, Yogyakarta, Solo, Surabaya, dan Bali,” ucap lelaki berkacamata yang memiliki mimpi untuk melanjutkan studi di Prancis ini. Laelatul Badriyah-Biosfer

  
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Iklan